Secara bahasa hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinnya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa tunduk terhadap syariat Allah Azza wa Jalla. Adapun secara istilah syariat, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syariat.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, Hawa nafsu asalnya adalah kecintaan jiwa dan kebencian yang ada di dalam jiwa tidaklah tercela. Karena terkadang hal itu tidak bisa dikuasai. Namun yang tercela adalah mengikuti hawa nafsu, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Sad/38: 26) (Majmu Fatawa, 28/132)
Syaikhul Islam rahimahullah juga berkata, Seseorang yang mengikuti hawa nafsu adalah seseorang yang mengikuti perkataan atau perbuatan yang dia sukai dan menolak perbuatan yang dia benci dengan tanpa dasar petunjuk dari Allah Azza wa Jalla (Majmu Fatawa, 4/189)
 
Orang yang mengikuti hawa nafsu tidak akan mementingkan agamanya dan tidak mendahulukan ridha Allah dan Rasul-Nya. Dia akan selalu menjadikan hawa nafsu menjadi tolok ukurnya.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, Fondasi agama (Islam) adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, mendukung karena Allah dan menjauhi karena Allah, beribadah karena Allah, memohon pertolongan kepada Allah, takut kepada Allah, berharap kepada Allah, memberi karena Allah, dan menghalangi karena Allah. Ini hanya dapat dilakukan dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Karena perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah perintah Allah Azza wa Jalla , larangannya adalah larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala , memusuhinya berarti memusuhi Allah, mentaatinya sama dengan mentaati Allah dan mendurhakainya sama dengan mendurhakai Allah Azza wa Jalla .
Bahkan orang yang mengikuti hawa nafsunya telah dibuat buta dan tuli oleh hawa nafsunya. Sehingga dia tidak bisa memperhatikan dan melaksanakan apa yang menjadi hak Allah dan Rasul-Nya dalam hal itu, dan dia tidak mencarinya. Dia tidak ridha karena ridha Allah dan Rasul-Nya, dia tidak marah karena kemarahan Allah dan Rasul-Nya. Tetapi dia ridha jika mendapatkan apa yang diridhai oleh hawa nafsunya, dan marah jika mendapatkan apa yang membuat hawa nafsunya marah. [Minhajus Sunnah an-Nabawiyah, 5/255-256]
Dengan demikian maka mengikuti hawa nafsu akan menyeret pelaku kepada kesesatan dan kerusakan. Sebab timbulnya bid’ah adalah hawa nafsu, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam, Permulaan bid’ah adalah mencela Sunnah (ajaran Nabi) dengan dasar persangkaan dan hawa nafsu (sebagaimana bibit kemunculan golongan Khawarij-pen), sebagaimana Iblis mencela perintah Allah (saat diperintahkan sujud kepada Adam) dengan fikirannya dan hawa nafsunyaa. [Majmua al-Fatawa, 3/350]
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga sudah mengingatkan bahwa mengikuti hawa nafsu akan membawa kehancuran. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

Tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang menyelamatkan.
Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang membanggakan diri sendiri.
Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan adalah takut kepada Allah di waktu sendirian dan dilihat orang banyak, sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di waktu marah dan ridha.
[Hadits ini diriwayatkan dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi Aufa, dan Ibnu Umar g . Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur periwayatannya]
Demikian juga bahaya mengikuti hawa nafsu adalah mendatangkan kesusahan dan kesempitan hati. Syaikhul Islam berkata, Barangsiapa mengikuti hawa nafsunya, seperti mencari kepemimpinan dan ketinggian (dunia-pen), keterikatan hati dengan bentuk-bentuk keindahan (kecantikan, ketampanan, dan lain-lain-pen), atau (usaha) mengumpulkan harta, di tengah usahanya untuk mendapatkan hal itu dia akan menemui rasa susah, sedih, sakit dan sempit hati, yang tidak bisa diungkapkan. Dan kemungkinan hatinya tidak mudah untuk meninggalkan keinginannya, dan dia tidak mendapatkan apa yang menggembirakannya. Bahkan dia selalu berada di dalam ketakutan dan kesedihan yang terus menerus. Jika dia mencari sesuatu yang dia sukai, maka sebelum dia mendapatkannya, dia selalu sedih dan perih karena belum mendapatkannya. Jika dia sudah mendapatkannya, maka dia takut kehilangan atau ditinggalkan (sesuatu yang dia sukai itu) [Majmu al-Fatawa, 10/651]
 
Maka untuk meraih keselamatan, orang yang mengikuti hawa nafsu harus menerapi dirinya dengan rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Demikian juga perlu diterapi dengan ilmu dan dzikir. Dengan keduanya maka hawa nafsu akan terpental. Jika rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla sudah tertanam di dalam hati, maka hati akan bisa memahami dan melihat kebenaran sebagaimana mata yang melihat benda-benda dengan sinar terang matahari.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya). (QS. An-Nazia’at/79: 40-41)
 
Semoga Allah selalu membimbing hati kita sehingga selalu mampu menundukkan hawa nafsu dengan sebaik-baiknya. Hanya Allah tempat memohon pertolongan.
Wallahu a’lam
 
Sumber: almanhaj.or.id