Kelembutan dan kasih sayang adalah salah satu kebutuhan mutlak yang harus diberikan setiap orang tua terhadap anak-anaknya. Allah Ta’ala menciptakan dan menganugrahkan sifat terpuji ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Apabila seseorang memiliki sifat tersebut, dia akan mengasihi dan menyayangi selainnya, dan apabila dia menyayangi orang lain dia pasti akan disayangi Allah Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah berkata sambil menangis ketika menyaksikan kematian salah satu putranya:
(Tangisan) ini merupakan kasih sayang yang dianugrahkan oleh Allah ke dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang. (HR. Bukhari 1/223, Muslim kitab al-Janaiz)
 
Suri teladan kita telah menunjukkan berbagai cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayangnya kepada anak-anak baik dari kalangan kerabat atau anak-anak para sahabat yang lainnya. Ketika berpapasan dengan mereka, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak segan mengucapkan salam kepada mereka (HR. Bukhari: Bab at-Taslim alash shibyan 6247, Ahmad: 121, 174).
Dalam Kesempatan yang lain, Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha mengatakan bahwa pernah suatu hari seorang bayi dibawa kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau pangku anak tersebut, kemudian anak itu kencing mengenai baju Nabi shallallahu alaihi wa sallam namun beliau tidak marah dan murka, bahkan Nabi dengan lembut minta air kepada keluarganya untuk disiramkan pada baju yang terkena air kencing bayi tersebut (HR. Bukhari: kitab al-Wudhu 59, Muslim: kitab ath-Thaharah 101, 104.)
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memberikan petunjuk kepada kita semua di dalam mewujudkan perasaan kasih dan sayang kepada manusia, ditengah segala kesibukannya sebagai pembawa risalah, pemimpin umat, seorang suami, dan lainnya. Beliau tidak mengabaikan masalah-masalah yang ternyata pengaruhnya jauh lebih baik dari yang kita perkirakan, dan insyaAllah kita pun dapat melakukannya atau sebagian darinya. Di antaranya:
Salah satu bentuk kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya ialah dengan mencium mereka. Sebaliknya, merupakan tanda keras dan kakunya hati seseorang apabila dia tidak pernah mencium anak-anaknya. Dalam suatu hadits dijelaskan, termasuk hal yang biasa dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah mencium anak yang masih kecil:
Dari Aisyah radhiyallahu anha beliau berkata, Telah datang seorang badui kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bertanya, Wahai Rasulullah, apakah engkau mencium anak-anak kecil? Akan tetapi kami tidak pernah mencium mereka. Rasulullah menjawab apakah aku punya kekuasan untukmu apabila Allah mencabut kasih sayang dari hatimu? (HR. Bukhari 5998, Muslim 2371)
 
Dalam hadits yang sahih juga dikisahkan bahwa al-Aqraa bin Habis berkata di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
Aku mempunyai sepuluh anak dan aku tidak pernah mencium satu-pun dari mereka.Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat al-Aqra dan bersabda,Barangsiapa tidak kasih sayang (kepada yang lain) maka dia tidak disayang.(HR. Muslim 2318)
Inilah petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat seperti Abu Bakr radhiyallahu anhu, dan semisalnya. Oleh karena itu, tidak ada anggapan tabu bagi kita melakukan apa yang telah dilakukan oleh suri teladan kita, dan generasi pendahulu kita yang telah meninggalkan untuk kita semua apa yang bermanfaat bagi umatnya walaupun menurut kita hal itu sepele. Bahkan imam ibnul Qayyim rahimahullah menulis satu bab dalam hal ini di dalam kitabnya, Tuhfatul Maudud, dengan mengambil istinbath dari hadits-hadits yang semakna dengan di atas. Beliau mengatakan, Bab disunnahkan mencium anak-anaknya. (Lihat Tuhfatul Maudud bab ke -14)
 
Sebagian orang berlebihan memberikan kesempatan anak-anak mereka bersenda gurau, sehingga hampir seluruh waktunya terbuang sia-sia demi bergurau dengan anak-anak mereka. Sebagian lainnya sibuk dengan kegiatannya dan sangat merasa rugi kalau waktunya digunakan untuk bermain dengan anak-anaknya, maka terbentuklah pribadi anak-anak sebagaimana akhlak dan perangai orang tua mereka. Tidak mengherankan apabila ada anak yang berkarakter kocak, tidak pernah serius, dan selalu meremehkan sesuatu walaupun itu penting. Atau sebaliknya, ada anak yang selalu serius, tidak pernah tersenyum, mudah tersinggung, dan sebagainya.
Tidak selamanya senda gurau itu tercela. Suatu, ketika manusia membutuhkannya. Akan tetapi kebutuhan ini sebatas kebutuhan garam untuk setiap masakan, yang apabila kebanyakan garam berakibat masakan menjadi jelek, begitu pula apabila kurang garam menyebabkan masakan akan hambar, sebagaimana diungkapkan oleh Abul Fath al-Basti : Akan tetapi apabila engkau ingin bersenda gurau, hendaklah Hanya sebatas garam yang kau berikan pada makanan.
Seorang sahabat yang bernama al-Barra bin Azib radhiyallahu anhu mengatakan, Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sedangkan al-Hasan bin Ali berada di atas pundak beliau seraya beliau mengatakan: Wahai Allah, sungguh aku mencintainya (al-Hasan yang sedang berada di atas pundak Nabi), maka cintailah dia. (HR. Bukhari 3745, Muslim 2422)
 
Pada kesempatan lain, pernah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menggendong cucu perempuannya yang bernama Umamah ketika sedang dalam shalatnya, apabila beliau hendak sujud beliau letakkan cucunya, dan apabila berdiri beliau gendong. (HR. Bukhari 516, Muslim 2/181).
Ada seorang sahabat yang masih kecil dari kalangan penduduk gurun, bernama Zahir. Anak ini bermuka buruk tapi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam suka dengannya. Suatu ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihatnya menjual sesuatu dipasar. Lalu Nabi segera mendekapnya dari belakang sedangkan anak ini tidak bisa melihat siapa yang mendekapnya. Lantas ketika tahu bahwa yang mendekapnya adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka anak ini senantiasa menempelkan punggunya ke dada Rasulullah karena dia cinta kepada beliau. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syamaail al-Muhammadiyah no. 205)
Pada kesempatan lain, sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu pernah menceritakan:
Pernah dulu Rasulullah menjulurkan lidahnya kepada al-Hasan bin ali. Tatkala melihat lidah Rasulullah yang merah, al-Hasan merasa riang gembira dengannya. (Lihat Silsilah ash-Sahihah no. 70)
 
Demikianlah, Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam yang mulia terhadap anak-anak. Mudah-mudahan bisa menjadi siraman hati dan melunakkan hati yang keras sehingga menjadi lembut sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang memang membutuhkan kasih sayang dan kelembutan dari orang tuanya. Juga, mudah-mudahan hati kita tidak menjadi kering atau bahkan mati dari perasaan tersebut naaudzu billahi min dzalik (semoga Allah melindungi kita dari terjerumus dalam hal semacam itu).
 
Wahai para orang tua, bersegeralah mengoreksi diri! Kasih sayang dan kelembutan ataukah kekerasan dan pukulan yang telah kita berikan kepada buah hati kita?
Wallahu a’lam
 
Sumber: dari Majalah al-Furqon, Ed.6 Muharram 1427H