Meraih Keberkahan
Barokah atau berkah selalu diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya. Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya.
Makna Barokah
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau a�?ngalap berkaha�?.
Adapun makna barokah dalam Al Qura��an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya.
Seluruh Kebaikan Hanya Berasal dari Allah
Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah semata.
Dalam sebuah doa��a istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam disebutkan,
U?UZO�U�U�O�UZUSU�O�U? U?U?U�U�U?U�U? U?U?U� USUZO?UZUSU�U?UZ
a�?Seluruh kebaikan di tangan-Mu.a�? (HR. Muslim no. 771)
Begitu juga dalam beberapa ayat lainnya disebutkan bahwa nikmat (yang merupakan bagian dari kebaikan) itu juga berasal dari Allah. Dan nikmat ini sungguh teramat banyak, sangat mustahil seseorang menghitungnya. Allah Taa��ala berfirman,
U?UZU�UZO� O?U?U?U?U�U� U�U?U�U� U�U?O?U�U�UZO�U? U?UZU�U?U�UZ O�U�U�U�UZU�U?
a�?Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya)a�? (QS. An Nahl: 53).
U�U?U�U� O?U?U�U�UZ O�U�U�U?UZO�U�U�UZ O?U?USUZO?U? O�U�U�U�UZU�U?
a�?Sesungguhnya karunia itu di tangan Allaha�? (QS. Ali Imran: 73).
U?UZO?U?U�U� O?UZO?U?O?U�U?U?O� U�U?O?U�U�UZO�UZ O�U�U�U�UZU�U? U�UZO� O?U?O�U�O�U?U?U�UZO�
a�?Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnyaa�? (QS. Ibrahim: 34 dan An Nahl: 18).
Kita telah mengetahui bahwa setiap kebaikan dan nikmat, itu berasal dari Allah. Inilah yang disebut dengan barokah. Maka ini menunjukkan bahwa seluruh barokah, berkah atau keberkahan berasal dari Allah semata. Lihat At Tabarruk, hal. 15-17.
Maka untuk meraih barokah sudah dijelaskan oleh syaria��at Islam yang mulia ini. Sehingga jika seseorang mencari berkah namun di luar apa yang telah dituntunkan oleh Islam, maka ia berarti telah menempuh jalan yang keliru. Karena ingatlah sekali lagi bahwa datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari Allah.
Kami contohkan misalnya keberkahan orang sholih, yaitu orang yang sholih secara lahir dan batin, selalu menunaikan hak-hak Allah. Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara. Lihat perkataan Ibnu a�?Abbas ketika menafsirkan surat Thoha ayat 123 dalamm Tafsir Al Qura��an Al a�?Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 9/376-377.
Allah Taa��ala berfirman,
U?UZO?U?U�U�UZO� USUZO?U�O?U?USUZU�U�UZU?U?U�U� U�U?U�U�U?US U�U?O?U�U� U?UZU�UZU�U? O�O?U�UZO?UZO?UZ U�U?O?UZO�USUZ U?UZU�UZO� USUZO�U?U�U�U? U?UZU�UZO� USUZO?U�U�UZU�
a�?Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.a�? (QS. Thoha: 123).
Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi.
O?U?U�U�UZ O�U�U�O?U?U�UZU�UZO�O?UZ U?UZO�UZO�UZO�U? O�U�O?UZU�U�O?U?USUZO�O?U?
a�?Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabia�?. (HR. Abu Daud no. 3641, At Tirmidzi no. 2682 dan Ibnu Majah no. 223).
Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang. Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,
USUZO� O�UZU?U?USU�U? O?U?U�U�UZ U�UZO�UZO� O�U�U�U�UZO�U�UZ O�UZO�U?O�UZO�U? O�U?U�U�U?UZO�U? O? U?UZU�UZU�U� O?UZO�UZO�UZU�U? O?U?O?UZO�UZO�U?UZO�U? U�UZU?U�O?U? O?U?U?O�U?U?UZ U�UZU�U? U?U?USU�U? O? U?UZU�UZU�U� O?UZO�UZO�UZU�U? O?U?O?U?O?U�O�UZO�U?U? U�UZU?U�O?U? U�UZU�U� USU?O?UZO�O�UZU?U� U�UZU�U? U?U?USU�U? U?UZO�U�U�UZO�U?U� USUZO?U�U?U?U�U? U?UZU�O�UZ USUZO?U�O?UZO?U? O? O�U�U�USUZO?U? O�U�U�O?U?U�U�USUZO� O�UZUSU�O�U? U�U?U�UZ O�U�U�USUZO?U? O�U�O?U�U?U?U�U�UZU�
a�?Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawaha�? (HR. Bukhari no. 1472).
Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang. Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Maa��rifah, 1379 H, 3/336.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, a�?Qonaa��ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.a�? Syarh Ibni Batthol, Asy Syamilah, 6/48.
Begitu pula keberkahan dapat diperoleh dengan berpagi-pagi dalam mencari rizki. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam bersabda,
O�U�U�U�UZU�U?U�U�UZ O?UZO�O�U?U?U� U�O?U?U�U�UZO?U?U� U?U?U� O?U?U?U?U?O�U?U�UZO�
a�?Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.a�?
Apabila Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu a�?alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. (HR. Abu Daud no. 2606, At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ngalap Berkah Yang Keliru
Pertama: Tabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya.
Jika terhadap Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam saja tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan doa��a a�?wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku inia�?, a�?wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutanga�?, a�?wahai wali, lancarkanlah bisniskua�?. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika doa��a semacam itu ditujukan pada selain Allah, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.
Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk berdoa��a kepada Allah agar mendoa��akan dirinya.
Kedua: Tabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya.
Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bida��ah yang tercela dan sebab A�terjadinya kesyirikan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, a�?Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya a�� yang dimana dijadikan tabarruk atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah perkara bida��ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya kesyirikan.a�? Majmua�� Al Fatawa, 27/136-137.
Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam setelah beliau wafat adalah dengan ittibaa�� atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mencukupkan dengan hal itu saja tanpa mencari berkah lewat jalan yang keliru, bida��ah atau bernilai kesyirikan. Carilah keberkahan dengan beriman dengan bertakwa pada Allah. Allah Taa��ala berfirman,
U?UZU�UZU?U� O?UZU�U�UZ O?UZU�U�U�UZ O�U�U�U�U?O�UZU� O?UZU�UZU�U?U?O� U?UZO�O?U�UZU�UZU?U�O� U�UZU?UZO?UZO�U�U�UZO� O?UZU�UZUSU�U�U?U�U� O?UZO�UZU?UZO�O?U? U�U?U�UZ O�U�O?U�UZU�UZO�O?U? U?UZO�U�U�O?UZO�U�O�U? U?UZU�UZU?U?U�U� U?UZO�U�UZO?U?U?O� U?UZO?UZO�UZO�U�U�UZO�U�U?U�U� O?U?U�UZO� U?UZO�U�U?U?O� USUZU?U�O?U?O?U?U?U�UZ
a�?Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.a�? (QS. Al Aa��raf: 96).
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kepada kita berbagai keberkahan. Amiinn..
Sumber: muslim.or.id