Dalam aturan syariat, wanita seharusnya berdiam di rumahnya. Ia tidak keluar rumah kecuali karena kebutuhan yang syara��i. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

U?UZU�UZO�U�U�UZ U?U?US O?U?USU?U?O?U?U?U?U�U�UZ

a�?Dan Hendaklah Kalian tetap tinggal di rumah-rumah kaliana��.a�?
Walaupun yang diajak bicara dalam ayat di atas adalah istri-istri Nabi shallallahu a�?alaihi wa sallam, hukum yang disebutkan dalam ayat tidak khusus bagi mereka, tetapi berlaku pula bagi wanita-wanita selain mereka.
Namun, di zaman sekarang banyak wanita yang melepaskan diri dari aturan illahi ini tanpa rasa takut dan rasa berdosa. Bisa jadi, mereka melakukannya karena tidak tahu, bisa jadi pula tahu namun tidak peduli.
Akhirnya, begitu mudah didapatkan wanita bertebaran di luar rumahnya, memenuhi jalanan, pertokoan, perkantoran, tempat-tempat keramaian, dan sebagainya. Akibatnya, mau tidak mau lelaki yang paling bertakwa sekalipun akan sering berpapasan dengan wanita. Bisa jadi, secara tidak sengaja pandangan matanya jatuh kepada si wanita. Pandangan pertama yang tanpa disengaja tersebut harus segera dipalingkan, tidak boleh disusul dengan pandangan yang berikutnya, karena itu adalah panah-panah iblis.
Apabila terbetik syahwat dalam jiwanya gara-gara melihat si wanita, RasulullahA�shallallahu a�?alaihi wa sallam memberikan bimbingan dalam hadits berikut ini. Jabir radhiyallahu a�?anhu berkata,
RasulullahA�shallallahu a�?alaihi wa sallam melihat wanita, maka beliau memandang istri beliau, Zainab, yang sedang menyamak kulit, lalu menunaikan “kebutuhan” beliau. setelah itu beliau keluar menemui sahabatnya dan bersabda, “sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan dan pergi dalam bentuk setan. Apabila salah seorang dari kalian melihat wanita (lalu terbesit sesuatu dalam jiwanya), hendaklah dia ‘mendatangi’ istrinya, karena hal itu akan menolak apa yang ada (terbesit) dalam jiwanya.” (HR. Muslim no. 3393)
Riwayat lain lebih menjelaskan maksud hadits di atas. RasulullahA�shallallahu a�?alaihi wa sallam menyatakan,
“Apabila salah seorang kalian mengagumi wanita A�(yang dilihatnya) lalu terbesit ‘rasa’ dalam kalbunya, hendaknyalah dia menuju istrinya untuk menggaulinya, karena hal itu akan menolak apa yang ada dalam jiwanya.” (HR. Muslim no. 3394)
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan, makna hadits ini adalah disenangi bagi seorang lelaki (yang tidak sengaja) melihat wanita hingga tergerak syahwatnya, untuk mendatangi istrinya atau budak perempuannya apabila dia memiliki budak lalu menggaulinya agar terendam syahwatnya (terpenuhi hasratnya) dan tenang jiwanya, serta kalbunya kembali terkumpul pada apa yang sebelumnya hendak dilakukannya.
Ulama berkata tentang makna ucapan RasulullahA�shallallahu a�?alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam bentuk setan dan mebmblakangi dalam bentuk setan.”
Ini adalah isyarat tentnag hawa nafsu, ajakan untuk terperdaya oleh wanita. Sebab, AllahA�Subhanahu wa Ta’ala memang menjadikan jiwa para lelaki memiliki kecondongan kepada wanita (lelaki senang dengan wanita), merasa nikmat memandang wanita dan apa yang berkaitan dengannya. Wanita serupa dengan setan dalam hal ajakan kepada kejelekan dengan waswas yang dilemparkannya dan menghias-hiasi kejelekan. Dari sini diambil hukum atau aturan bahwa sepantasnya wanita tidak keluar diantara para lelaki kecuali karena kebutuhan yang sangat mendesak. Selain itu, semestinya lelaki menundukkan pandangan dari melihat pakaian yang dikenakan oleh wanita A�(apalagi melihat sososk/wajahnya), dan berpaling sama sekali dari melihat wanita.
Hadits ini juga menunjukkan, tidak apa-apa bagi seorang suami meminta jima’ (berkumpul) dengan istrinya di siang hari atau waktu selainnya, walaupun istrinya sedang sedang sibuk atau repot dengan sesuatu yang bisa ditinggalkan. Sebab, apabila syahwat lelaki sedang menggelora tidak segera tertunaikan, terkadang akan memudaratkan tubuh, kalbu, atau penglihatannya. Wallahu a’lam. (al-Minhaj, 9/181-182)
 
Sumber: MajalahA�Asy syariah No.95 / VIII / 1434H /2013