ZAKAT PERNIAGAAN
Beberapa ketentuan :
- Barang tersebut dimiliki dengan cara yang mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhot) seperti jual beli dan sewa atau secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan wasiat.
- Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama. Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih kuat dari zakat perdagangan, karena zakat tersebut disepakati oleh para ulama. Kecuali jika zakat tersebut di bawah nishab, maka bisa saja terkena zakat perdagangan (tijaroh).
- Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan karena setiap amalan tergantung niatnya. Dan tijaroh (perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
- Barang-barang tersebut telah berputar selama satu tahun Hijriyyah.
- Kewajiban zakat ini dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
- Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerjasama), maka jika semua anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang berserikat. Tetapi jika anggota serikat terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota serikat muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab).
Nishab dan kadar zakat Perdagangan
- Ulama fikih menyatakan bahwa patokan zakat perdagangan adalah harga emas dan perak yang lebih menguntungkan bagi kalangan fakir miskin. Dan yang menguntungkan adalah berpatokan pada nishab perak.
Jika seseorang berkata, ”Kita menilainya dengan kebiasaannya melakukan transaksi ; jika ia biasa menjual dengan harga emas maka kita berpatokan dengan emas. Karena pemiliknya akan protes , “Mengapa kalian mewajibkan aku membayarkan zakat dengan sesuatu yang kami tidak biasa bertransaksi dengannya?”
Jika alasan ini dikemukakan tentu memiliki alasan kuat. Dalam hal ini kita menilai komoditasnya dengan emas atau perak yang biasa bertransaksi dengannya, karena ia tidak dituntut melakukan sesuatu yang terbiasa baginya. Hal ini dikemukakan oleh Syaikh Al-Utsaimin dalam Kitab Sifat Zakat Nabi .
- Kadar zakat perdagangan adalah 2,5% sesuai dengan kadar zakat emas atau perak.
Cara Perhitungan zakat perdagangan
Bila seseorang memiliki usaha perdagangan dengan modal awal Rp. 10.000.000 ( modal awal telah melebihi nishab perak yaitu Rp. 5.950.000) dan keuntungan dalam setahun Rp. 10.000.000, persediaan barang akhir tahun sebesar Rp. 40.000.000, tabungan yang ada dibank sebesar Rp. 5.000.000 serta hutang jatuh tempo akhir tahun sebesar Rp. 5.000.000, maka besarnya zakat yang dikeluarkan adalah :
- Keuntungan dalam setahun = Rp. 10.000.000
- Persediaan barang akhir tahun = Rp. 40.000.000
- Tabungan yang ada dibank = 5.000.000
Total = Rp. 55.000.000
- Dikurangi : hutang jatuh tempo = 5.000.000
Harta yang terkena zakat = Rp. 50.000.000
Maka zakatnya = Rp. 50.000.000 X 2,5% = Rp. 1.250.000
Catatan: Pada harta perdagangan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk ke dalam kategori barang tetap (tidak berkembang).
Permasalahan :
- Kapan Dihitung Nishab pada Harta Perdagangan?
Jawab :
Berkenaan dengan waktu perhitungan nishab harta perdagangan ada tiga pendapat:
Pendapat pertama: Pada akhir haul (ini pendapat imam Malik dan imam asy-Syafi’i).
Pendapat kedua: Di sepanjang haul (putaran satu tahun hijriyyah), dengan pertimbangan sekiranya harta berkurang dari nishabnya sesaat saja, maka terputus haul itu (madzhab mayoritas ulama).
Pendapat ketiga: Pada awal haul dan di akhirnya, bukan di tengahnya (madzhab abu Hanifah).
Di antara tiga pendapat para ulama di atas yang nampak rojih (kuat) adalah pendapat ketiga, yaitu nishab barang dagangan dihitung pada awal dan akhirnya saja.Maksudnya dihitung sejak barang dagangan atau nilainya itu telah mencapai nishab, dan dihitung kembali ketika barang dagangan itu telah berputar selama satu tahun hijriyyah. Dan yang demikian ini lebih praktis dan memudahkan para pedagang atau pengusaha muslim dalam menghitung dan mengeluarkan zakat perdagangan. Wallahu ta’ala a’alam bish-showab.
- Apakah Zakat Barang Perdagangan Dikeluarkan dalam bentuk barang dagangan atau harganya saja?
Jawab :
Dalam masalah ini ada tiga pendapat ulama.
Pendapat pertama: Wajib mengeluarkan harganya, dan tidak boleh mengeluarkan barangnya, karena nishabnya dihitung berdasarkan harga barang. Zakat dari harganya seperti barang dalam semua harta. Ini pendapat mayoritas ulama.
Pendapat kedua: Seorang pedagang diberi plihan antara mengeluarkan barang atau harganya. Dan ini adalah pendapat Abu Hanifah dan asy-Syafi’i –pada salah satu pendapatnya
Pendapat ketiga: Memberikan rincian dengan melihat berdasarkan kemaslahatan orang yang menerima zakat. Dan ini adalah pendapat yang dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Dari ketiga pendapat ini, dapat disimpulkan bahwa seorang pengusaha muslim yang berkewajiban membayar zakat barang perdagangannya diberi pilihan untuk mengambil cara yang paling mudah baginya antara mengeluarkan zakat perdagangannya dalam bentuk barang atau pun nilainya saja. Demikian pula dengan mempertimbangkan besar dan kecilnya maslahat dan manfaat yang akan dirasakan oleh para penerima zakat.