Sebagai makhluk yang memiliki emosi, wajar jika seorang manusia marah. Kita marah jika disakiti atau mendapati kondisi yang tidak menyenangkan. Dada terasa sesak, kepala rasanya panas, rasanya ingin membentak bahkan memukul orang lain. Namun, apakah dengan marah masalah bisa terselesaikan?
 
Jika kita marah, biasanya kita menjadi sulit berpikir jernih. Akibatnya, masalah yang kita hadapi bukannya terselesaikan malah bertambah runyam. Lalu bagaimana solusinya? Solusinya: maafkanlah mereka.
 
Memberi maaf akan mengendurkan syaraf kita yang tegang. Memberi maaf akan mebuat dada ini terasa lapang. Orang lain pun senang bergaul dengan orang yang pemaaf, karena seorang pemaaf tidak akan menjatuhkan martabat orang lain. Bahkan seorang pemaaf juga jarang menzalimi orang yang menzaliminya.
 
Karena mudah memberi maaf inilah, Rasulullah shallallahu a�?alaihi wassallam menjadi orang yang paling dicintai oleh kaumnya. Aisyah radhiyallahu a�?anhu menceritakan, a�?Rasulullah shallallahu a�?alaihi wassallam bukanlah orang yang kasar dan suka berkata keji, bukan orang yang suka berteriak-teriak di pasar-pasar, tidak suka membalas kejahatan, namun justru suka memaafkan dan toleran.a�? (HR. At Tirmidzi disahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah).
 
Allah Subhanahu wa Taala bahkan akan mengampuni dosa orang yang mampu memberi maaf. Rasulullah shallallahu a�?alaihi wassallam bersabda yang artinya, a�?Sayangilah makhluk Allah, maka engkau akan disayang Allah Subhanahu wa Taala, dan berilah ampunan niscaya Allah Subhanahu wa Taala mengampunimu.a�? (Sahih Al-Adab Al-Mufrad no. 293).
A�
Kapan Kita Memaafkan?
A�A�A�A� Kita dianjurkan untuk memaafkan apabila itu terkait dengan hak pribadi kita. Namun, apabila bentuk kezaliman itu adalah pelecehan terhadap Allah Azza Wa Jalla, Rasulullah shallallahu a�?alaihi wassallam, dan syariatnya, maka kita malah harus marah. a�?Aisyah radhiyallahu a�?anhu berkata, a�?Tidaklah Rasulullah shallallahu a�?alaihi wassallam membalas atau menghukum karena dirinya (disakiti) sedikit pun, kecuali bila kehormatan Allah Subhanahu wa Taala dilukai. Maka beliau menghukum dengan sebab itu karena Allah Subhanahu wa Taala.a�? (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
A�
A�A�A�A� Namun jangan sampai apabila kita marah karena Allah, marah itu sedemikian hebatnya sampai menguasai emosi kita. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu a�?anhu pernah bergerumul dengan lawannya dalam peperangan. Ia bisa menjatuhkan lalu menghunuskan pedang kepada lawannya untuk membunuhnya. Dalam kondisi itu, si lawan meludahinya. Setelah diludahi, Ali radhiyallahu a�?anhu tidak jadi membunuh lawannya.
 
Ketika ditanya oleh lawannya, beliau menjawab bahwa tatkala menghunuskan pedangnnya beliau radhiyallahu a�?anhu bermaksud membunuh lawannya tersebut karena Allah. Namun ketika diludahi, marah beliau berubah menjadi benci karena diludahi. Karena itulah beliau tidak jadi membunuh, bahkan memaafkan orang yang meludahinya itu.
 
Kisah tersebut mengajarkan kita bahwa separah apa pun penghinaan orang terhadap kita, sebisa mungkin kita memaafkannya. Namun juga perlu diingat bahwa selalu memaafkan disini bukan berarti membiarkan orang lain terus menzalimi kita. Orang lain juga perlu diberi tahu bahwa kita tidak menyukai apa yang dialakukan terhadap kita.
 
Kenapa harus memberi tahu? Kenapa tidak langsung memaafkan saja dalam hati kita? Jawabnya, agar kita pun tetapa memiliki wibawa di depan orang lain, sehingga tidak mudah dilecehkan.
 
Semoga Allah Azza Wa Jalla menjadikan kita orang yang lapang dada, yang mudah memaafkan kesalahan orang lain terhadap kita. (Ristyandani).
 
Sumber : MajalahA�Tashfiyah